Rabu, 11 April 2012

KESEBANDINGAN ANTARA SATYA WACANA DAN INTEGRITAS DIRI SERTA KESESUAIANNYA TERHADAP KONSEP ASTA BRATA


Gajah Mada
(id.wikipedia.org)
Penulis: Putu Gede Asnawa Dikta
Mahasiswa Semester 2 Jurusan Pendidikan  Fisika UNDIKSHA
Bagaikan sekeping uang logam, pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pemimpin adalah sosok yang dapat memberikan teladan sehingga pantas menjadi panutan bagi masyarakatnya. Berkaitan dengan hal itu, kepemimpinan merupakan proses dalam memimpin. Selain menyatakan proses, makna esensial kepemimpinan merupakan suatu nilai yang berkaitan dengan aspek kejiwaan. Tiada lain, aspek kejiwaan yang dimaksud adalah kewibawaan.
Kewibawaan seorang pemimpin hendaknya selalu dipertahankan. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah selalu menerapkan konsep satya wacana (setia terhadap apa yang dikatakan). Sesungguhnya, dengan bersatya wacana kita sedang membangun integritas (kepercayaan) pada diri sendiri. Sikap yang telah berhasil diterapkan dalam diri akan lebih mudah ditularkan kepada orang lain.
Integritas diri yang kuat secara alamiah berpengaruh pada atmosfer masyarakat yang dipimpin. Keadaan ini bersifat sebagai suatu kesebandingan. Apa yang dikatakan oleh seorang pemimpin bukan mengada-ada melainkan merupakan realita yang ada. Perlahan-lahan, akan tercipta kepercayaan oleh seluruh masyarakat.
Kepercayaan yang telah diberikan hanyalah besifat sementara. Mengapa demikian? Sosok pemimpin hendaknya menunjukkan komitmen secara berkelanjutan. Penerapannya dilandasi atas satya wacana yang merupakan media pengembangan integritas diri seorang pemimpin. Penerapan satya wacana, maembentuk masyarakat yang percaya. Akan tetapi, jika integritas tersebut hilang akibat tidak bersatya wacana maka kepercayaan masyarakat akan memudar. Sulitlah untuk membenahi situasi tersebut.
Aspek nyata dari konsep satya wacana  adalah perkataan. Perkataan (wacika) yang baik bermula dari pikiran (manacika) yang baik pula. Hubungan tersebut akan menghasilkan tindakan yang berlandaskan dharma.
Dharma berperan sebagai penuntun penciptaan situasi dan hasil yang positif. Hal ini mencerminkan pemimpin yang berkarakter kedewataan yang dapat menerangi seluruh lapisan masyarakat. Pernyataan tersebut sesuai dengan Candra Brata, bermakna memberikan solusi terhadap suatu permasalahan. Indra Brata, adanya perlindungan yang merata. Serta Surya Brata, tercermin dengan adanya suatu aturan yang tidak memberatkan masyarakat. Konsep-konsep tersebut memiliki tujuan yang mulia, yaitu memberikan kenyamanan dalam pencapaian kesejahteraan.
Satya wacana berdampingan dengan kejujuran. Sederhananya, pemimpin yang jujur mampu memberikan keadilan (Yama Brata). Tepatnya, mampu menempatkan wrong man in the wrong place, and right man in the right place, bukan sebaliknya. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan perhatian terhadap seluruh lapisan masyarakat layaknya angin yang menempati seluruh ruang (Bayu Brata). Terkait dengan hal tersebut, sosok pemimpin harus mampu menyesuaikan penampilan terhadap situasi yang dihadapi. Fleksibel dan situasional membuat pemimpin tidak terkesan kaku sehingga mampu mengakrabkan diri dengan lingkungan (Kuwera Brata).
Pengetahuan yang luas (Baruna Brata)  yang dimiliki hendaknya dikendalikan oleh moral yang baik, yaitu kejujuran berlandaskan dharma. Berbagai akal diterapkan oleh pemimpin untuk dapat menggerakkan masyarakat yang dipimpinnya. Motivasi pembangun semangat (Agni Brata) diberikan secara kontinuitas. Hal ini mencerminkan pemimpin tersebut memiliki tekad yang kuat untuk menjalankan visi dan misinya ke depan.
Setiap insan manusia merupakan sosok pemimpin. Pemimpin yang bertugas memimpin dirinya sendiri guna menemukan jati diri. Satya wacana, suatu hal yang sederhana namun memberikan makna yang luar biasa. (^^pg) [April 2012].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar