![]() |
| Penulis: Putu Gede Asnawa Dikta Mahasiswa Semester 2 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA |
Kehadiran bencana yang silih berganti seakan mengingatkan kita tentang suatu hal yang terlupa. Kita ketahui bersama bahwa Tuhan semakin menunjukkan kebesarannya. Ini terbukti dengan adanya bencana yang datang saling bertautan. Angin puting beliung, tanah longsor, hingga air bah menjadi saksi semua itu.
Sebelum
dari semua itu, konflik-konflik intern
antara warga desa juga melengkapi penderitaan kita. Dulunya kawan sekarang
menjadi lawan. Sungguh menyedihkan, sangat disayangkan. Mengapa semua ini bisa
terjadi?
Seberkas
cahaya berusaha menghubungkan pemikiran antara satu peristiwa dengan peristiwa
lainnya. Mencoba untuk mendobrak sejuta tanda tanya. Tuhan telah menunjukkan
kebesarannya, mengingatkan kita tentang swadharma
(kewajiban) menjadi manusia. Bencana yang datang silih berganti merupakan
suatu ganjaran yang diberikan kepada kita semua. Kapan kita mau berbenah diri?
Pertanyaan ini telah terjawab dari dulu melalui lagu Ebiet G. Ade “masih ada
waktu”. Beberapa pepatah juga menegaskan serupa, antara lain: now or never, no pain no gain, never say u
can`t dsb. Pernyataan tersebut memang benar adanya. Sekarang tergantung
tekad dalam diri.
Suatu
perubahan sudah pasti memilki konsekuensi suatu pengorbanan (yadnya). Pengorbanan tulus inilah yang
nantinya mampu memberikan suatu jalan terang bagi kehidupan manusia. Implikasi
positif akan datang dari segala penjuru, jika ketulusan dalam beryadnya telah
terwujud maksimal.
Beryadnya membangun karakter bangsa
merupakan suatu pengabdian yang sangat mulia. Pada dasarnya kegiatan ini telah
diterapkan di setiap jenjang sekolah dan juga di perguruan tinggi. Sesuatu yang
menjadi permasalahan adalah implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa hal yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai
berikut. Pertama, tokoh masyarakat
memiliki peranan penting dalam karakter masyarakat yang dipimpinnya. Jadi,
pemimpin dalam desa tersebut bertanggung jawab terhadap seluruh gerak langkah
masyarakatnya. Kedua, generasi muda
hendaknya meneladani sikap-sikap luhur yang telah dilaksanakan oleh orang
tuanya. Contoh sederhananya adalah mesantian
dan ngayah di pura. Bagi remaja putra diharapkan telah mampu menggantikan
kegiatan orang tuanya (ayah) seperti: kegiatan mebat, ngayah di banjar dsb. Sementara itu, remaja putri diharapkan
mampu mewarisi keterampilan majejaitan.
Terwujudnya segala sesuatu yang dimaksud
di atas tidak terlepas dari peran aktif orang tua. Orang tua diharapkan
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan personal. Bimbingan ini akan selalu
melekat dalam ingatan kaum remaja khususnya. Implikasinya diharapkan mampu
membentuk generasi yang cinta damai. Selain itu, juga meminimalkan
konflik-konflik yang terjadi.
Personality
yang kuat akan terbentuk sehingga diaharapkan mampu mengubah lingkungan
menjadi lebih baik. Semua kebaikan berawal dari pikiran yang baik. Mari
bersama-sama berpikir positif untuk lingkungan yang positif. (^^pg) [Maret 2012]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar