Rabu, 04 April 2012

YADNYA DAN BUDAYA POSITIF MENUMBUHKAN KEPRIBADIAN YANG DAPAT MERUBAH LINGKUNGAN

Penulis: Putu Gede Asnawa Dikta
Mahasiswa Semester 2 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Kehadiran bencana yang silih berganti seakan mengingatkan kita tentang suatu hal yang terlupa. Kita ketahui bersama bahwa Tuhan semakin menunjukkan kebesarannya. Ini terbukti dengan adanya bencana yang datang saling bertautan. Angin puting beliung, tanah longsor, hingga air bah menjadi saksi semua itu.
Sebelum dari semua itu, konflik-konflik intern antara warga desa juga melengkapi penderitaan kita. Dulunya kawan sekarang menjadi lawan. Sungguh menyedihkan, sangat disayangkan. Mengapa semua ini bisa terjadi?
Seberkas cahaya berusaha menghubungkan pemikiran antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Mencoba untuk mendobrak sejuta tanda tanya. Tuhan telah menunjukkan kebesarannya, mengingatkan kita tentang swadharma (kewajiban) menjadi manusia. Bencana yang datang silih berganti merupakan suatu ganjaran yang diberikan kepada kita semua. Kapan kita mau berbenah diri? Pertanyaan ini telah terjawab dari dulu melalui lagu Ebiet G. Ade “masih ada waktu”. Beberapa pepatah juga menegaskan serupa, antara lain: now or never, no pain no gain, never say u can`t dsb. Pernyataan tersebut memang benar adanya. Sekarang tergantung tekad dalam diri.
Suatu perubahan sudah pasti memilki konsekuensi suatu pengorbanan (yadnya). Pengorbanan tulus inilah yang nantinya mampu memberikan suatu jalan terang bagi kehidupan manusia. Implikasi positif akan datang dari segala penjuru, jika ketulusan dalam beryadnya telah terwujud maksimal.
Beryadnya membangun karakter bangsa merupakan suatu pengabdian yang sangat mulia. Pada dasarnya kegiatan ini telah diterapkan di setiap jenjang sekolah dan juga di perguruan tinggi. Sesuatu yang menjadi permasalahan adalah implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa hal yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai berikut. Pertama, tokoh masyarakat memiliki peranan penting dalam karakter masyarakat yang dipimpinnya. Jadi, pemimpin dalam desa tersebut bertanggung jawab terhadap seluruh gerak langkah masyarakatnya. Kedua, generasi muda hendaknya meneladani sikap-sikap luhur yang telah dilaksanakan oleh orang tuanya. Contoh sederhananya adalah mesantian dan ngayah di pura. Bagi remaja putra diharapkan telah mampu menggantikan kegiatan orang tuanya (ayah) seperti: kegiatan mebat, ngayah di banjar dsb. Sementara itu, remaja putri diharapkan mampu mewarisi keterampilan majejaitan.
Terwujudnya segala sesuatu yang dimaksud di atas tidak terlepas dari peran aktif orang tua. Orang tua diharapkan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan personal. Bimbingan ini akan selalu melekat dalam ingatan kaum remaja khususnya. Implikasinya diharapkan mampu membentuk generasi yang cinta damai. Selain itu, juga meminimalkan konflik-konflik yang terjadi.
Personality yang kuat akan terbentuk sehingga diaharapkan mampu mengubah lingkungan menjadi lebih baik. Semua kebaikan berawal dari pikiran yang baik. Mari bersama-sama berpikir positif untuk lingkungan yang positif. (^^pg) [Maret 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar