Minggu, 08 April 2012

MEMPERKECIL GAYA GRAVITASI ANTARA KEGAGALAN DAN KEPUTUSASAAN MELALUI KECERDASAN EMOSI

Penulis: Putu Gede Asnawa Dikta
Mahasiswa Semester 2 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari proses alam (sains).  Salah satu contohnya adalah kelembaman. Hukum I Newton menjelaskan mengenai hukum kelembaman (inersia) yang tidak hanya berlaku pada gerak objek jasmaniah, tetapi juga pada ranah sosial rohaniah.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita patut melaksanakan hal yang serupa. Kecendrungan untuk berpikir positif ditujukan untuk hasil yang positif. Sesungguhnya, manusia merupakan buah pikiran dari pikirannya sendiri. Ini merupakan konsep yang sangat sederhana, namun masih langka penerapan realistiknya. Buktinya, banyak orang yang putus asa akibat kegagalannya.
Kegagalan merupakan tanjakan kecil yang harus kita lalui, hendaknya memacu kita untuk merefleksi dan memotivasi diri untuk hasil yang lebih baik. Namun, orang yang memiliki kecerdasan emosional rendah menganggap kegagalan sebagai keputusasaan. Akibatnya, cendrung merasa diri semakin kecil. Hal ini merupakan beban special terhadap pikiran. Solusi alternatifnya adalah besarkan hati, mantapkan tekad, dan lakukan perbaikan (action).
Keputusasaan dapat terjadi pada siapapun, baik golongan intelektual menengah ke atas maupun intelektual menengah ke bawah. Hal ini bergantung pada tingkat kecerdasan emosi yang dimilikinya. Pikiran memegang peran yang esensial dalam mengkoordinir hal tersebut.
Gelombang pikiran akan berinterferensi dengan gelombang lainya yang memiliki frekuensi yang sama. Pikiran yang telah bertemu pada vibrasi yang selaras dapat menggetarkan pikiran orang lain. Dengan kata lain, dapat tersalurnya rasa simpati dan empati.
Adanya pengembangan rasa simpati dan empati sesungguhnya melatih kecerdasan emosional. Sesuai dengan konsep Tattwamasi, berusaha merasakan apa yang orang lain rasakan. Secara tidak langsung, kita telah belajar memposisikan diri pada posisi orang lain.
Tatwamasi akan berimplikasi pada Tri Kaya Parisudha. Di dalam kegiatan saling memahami perasaan tersebut terdapat kesepahaman saling menghormati. Betapa indahnya dunia ini, jika setiap orang mampu mengembangkan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik.
Sesungguhnya konsep di atas berimplikasi dalam seluruh sendi kehidupan. Tri Hita Karana sebagai realitanya. Adanya rasa persaudaraan yang tinggi antara umat manusia (pawongan) membuat alam (palemahan) semakin bersahabat. Selanjutnya, Tuhan (parhyangan) akan bahagia menyaksikan keindahan tersebut.
Ilmu Fisika mengenal konsep gaya gravitasi (gaya tarik menarik). Konsep ini menyatakan bahwa “semakin dekat jarak antara suatu benda dengan benda lainnya, gaya gravitasi yang dihasilkan akan semakin besar”. Dianalogikan keputusasaan dan kegagalan adalah benda-benda tersebut. Tempatkanlah keputusasaan pada jarak yang tak berhingga dengan kegagalan sehingga gaya gravitasi yang dihasilkan sangat kecil (hampir tidak ada).
Kecerdasan emosi hendaknya dilatih sejak dini. Alam dan keadaan lainnya merupakan media pembelajaran yang alamiah. Sebagai langkah awal, kita harus berpikir bahwa kegagalan tidak pernah berujung pada keputusasaan. Kegagalan merupakan ujian ke arah kesuksesan yang lebih baik. Syaratnya adalah komitmen pada usaha berkelanjutan.
Tekad tanpa tindakan akan lumpuh. Tekad dan tindakan tanpa disertai do`a akan buta. Jadi, suatu tindakan dengan tekad kuat berlandaskan do`a akan menuntun kita menuju kesuksesan. (^^pg) [April 2012]


1 komentar: